INTENSIFITAS
PENINGKATAN KUALITAS GURU PKn MELALUI SISTEM KOORDINASI SEBAGAI USAHA MENCAPAI
KREDIBILATAS GURU PKn DALAM MENANGGULANGI KERUSAKAN MORAL
GENERASI
BANGSA
(Di tinjau dari kasus Nazzarudin sebagai cermin kemerosotan nilai moral
bangsa)
Tugas ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Korupsi dan Patologi Sosial
Dosen Pengampu : Dra. Ch Baroroh, M.Si
Oleh
:
Dedy
Ari Nugroho
K6410014
PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam era
modernisasi seperti sekarang ini berbagai dinamika dan pola pikir masyarakat
semakin berkembang, entah berkembang dalam lingkup kebrutalan atau kearah
kebaikan. Kemajuan jaman ini kadang kala juga di tandai dengan merebaknya
isu-isu moral yang berkaitan dengan kasus-kasus kejahatan yang kini kerap
terjadi, seperti penggunaan
narkoba, tawuran pelajar, pornografi, perkosaan, merusak milik orang, merampas,
menipu, mencari bocoran soal ujian, perjudian, pelacuran, pembunuhan, atau
bahkan kasus-kasus korupsi yang justru dilakukan oleh oknum-oknum yang sadar
hukum, beberapa kasus tersebut merupakan suatu tindakan yang menjadi masalah
sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Akibat yang
ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan
sederhana, karena sudah menjurus kepada tindak kriminal. Kondisi ini sangat
memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para guru ( pendidik ).
Berkaitan dengan hal tersebut pada prinsipnya keberadaan guru terutama seorang
guru PKn yang memiliki kredibilitas dan dedikasi tinggi serta memiliki komitmen
tinggi untuk memajukan bangsa sangatlah dibutuhkan, guru yang memiliki criteria
sedemikian rupa oleh beberapa pakar disebut sebagai guru yang berkarakter. Guru
PKn pada dasarnya memiliki kompetensi pembentukan moral yang cukup memadai
untuk mengarahkan peserta didik menjadi lebih bermoral, karena pada dasarnya
seorang Calon guru PKn telah terlebih dahulu dibekali dengan ilmu moral dan
etika, sehingga dinilai paling berpotensi dalam menanggulangi permasalahan
moral bangsa.
Seorang calon guru harus mempunyai
karakter yang kuat dan cerdas. Karena guru dituntut untuk menyiapkan peserta
didik yang berkualitas serta berkompeten untuk masa depannya. Guru yang
berkarakter kuat, bukan hanya mampu mengajar saja akan tetapi mampu mendidik.
Bukan hanya mentransfer pengetahuan saja, tetapi juga mampu menanamkan
nilai-nilai yang diperlukan untuk mengarungi hidupnya. Guru yang dikatakan
cerdas bukan hanya memiliki kemampuan yang bersifat intelektual saja tetapi
juga memiliki kemampuan secara emosi dan spiritual sehingga guru mampu membuka
hati peserta didik untuk belajar dan mampu hidup dengan di tengah-tengah
masyarakat.
Sosok guru yang berkarakter kuat di
harapan mampu mengemban amanah dalam mendidik peserta didiknya.untuk menjadi
guru atau tenaga pendidik yang andal
harus memiliki seperangkat kompetensi. Kompetensi utama yang melekat
pada tenaga didik adalah nilai-nilai keamanahan, keteladanan, dan mampu
melakukan pendekatan pedagogis serta mampu berpikir dan bertindak cerdas.
Menjadi guru yang luar biasa juga perlu dikalangan mahasiswa fkip yaitu harus
mampu memberikan dan menumbuhkan inspirasi agar peserta didiknya dapat mengembangkan
potensinya secara optimal dan juga mampu terhindar dari ganasnya ancaman jaman
yang kini tak mengenal batas toleransi. Sehingga dengan adanya karakter serta
kompetensi seorang guru terutama guru PKn seperti yang telah dijelaskan diatas,
akan mampu menghentikan pertumbuhan bibit-bibit korupsi seperti yang dilakukan
oleh Nazzarudin yang kini telah menjadi perbincangan hangat di kalangan pemburu
berita. Berdasarkan penjelasan serta data dalam latar belakang masalah diatas
maka penulis merasa tertari untuk mengetahui komitmen serta criteria guru PKn dalam
memberantas kemerosotan moral, sehingga dalam hal ini penulis mberinisiatif
untuk mengangkat judul “INTENSIFITAS
PENINGKATAN KUALITAS GURU PKn MELALUI SISTEM KOORDINASI SEBAGAI USAHA MENCAPAI
KREDIBILATAS GURU PKn DALAM MENANGGULANGI KERUSAKAN MORAL GENERASI BANGSA”, dimana penulis
mengaitkannya pula dengan kasus yang kini banyak diperbincangkan, yaitu
mengenai kasus korupsi oleh Nazzarudin yang dinilai merupakan pencerminan dari
adanya kemerosotan moral bangsa.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan data
serta penjelasan yang telah diungkapkan dalam latar belakang masalah diatas,
maka penulis memberikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah
system koordinasi diantara guru PKn dapat dibentuk untuk memperbaiki moral
peserta didik dan tidak terjerumus kearah tindakan yang korup ?
2. Apa
sajakah kriteria seorang calon guru PKn yang dapat membentuk generasi yang
bermoral ?
C.
Tujuan
Penulisan
Sehubungan
dengan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka penulis memiliki
tujuan dari penulisan makalah ini, tujuan yang dimaksud adalah :
1. Menjelaskan
system koordinasi diantara guru PKn dapat dibentuk untuk memperbaiki moral
peserta didik.
2. Menyebutkan
kriteria- kriteria seorang calon guru PKn yang dapat membentuk generasi yang
bermoral.
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat dari
penulisan makalah ini, selain sebagai salah satu komponen pemenuhan tugas dari
Mata Kuliah Korupsi dan Patologi Sosial, namun penulisan makalah ini juga
diharapkan berguna bagi semua pihak. Pihak-pihak yang dimaksud adalah sebagai
berikut : Manfaat bagi penulis, penulisan makalah ini merupakan sebuah
kesempatan bagi penulis untuk mencari dan menguak beberapa pengetahuan mengenai
kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan seorang Guru PKn untuk menghambat dan
bahkan menghentikan terjadinya kemerosotan moran para generasi muda melalui
pendidikan. Selain itu makalah ini juga diharapkan bermanfaat bagi pembaca sebagai referensi dalam
membentuk pribadi yang bermartabat, sehingga mampu membentengi diri dari sikap
yang korup.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
INTENSIFITAS
SISTEM KOORDINASI GURU PKn SEBAGAI SARANA PEMBENTUK MORAL PESERTA DIDIK
Realita
menunjukkan, di dalam kehidupan sehari-hari masih saja ditemukan orang cerdas
tetapi kurang arif, orang kaya tetapi
tidak dermawan, orang berkuasa tetapi tidak amanah, tokoh masyarakat tetapi tidak memberi
teladan, pemimpin tetapi tidak berpihak pada kepentingan bersama (rakyat
banyak), saling menjatuhkan, pencurian benda-benda kuno yang menyimpan sejarah,
pengeboman, dan tindakan-tindakan anarkis-destruktif serta tindakan-tindakan
korup seperti perilaku yang disuguhkan oleh beberapa oknum yang sadar hukum
seperti Nazzarudin dan juga perilaku lain yang sangat merugikan kelanjutan
kehidupan bangsa. Untuk itulah peran pendidikan sangat penting,
sebagaimana tersirat dan tersurat dalam
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa: Pendidikan nasional adalah pendidikan
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia
dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Berbagai system serta beberapa
metode pengajaran telah dicoba oleh para oknum pendidik, namun masih saja belum
mampu membendung tindakan-tindakan yang tidak bermoral di negeri ini. Bahkan
yang menjadi fenomena yang cukup mencengangkan adalah adanya aksi-aksi anarkis,
tawuran, serta tindakan-tindakan criminal lainnya dilakukan oleh para
bibit-bibit bangsa yaitu pelajar. Disinilah pertanyaan dan polemic bermunculan
dan mempertanyakan eksistensi seorang guru. Berkaitan dengan hal tersebut
tibullah inisiatif untuk mempergunakan suatu system yang disebut sistem koordinasi.
Sistem
Koordinasi merupakan suatu system yang bertujuan
untuk mengusahakan tercapainya suatu keseragaman tindakan penyelamatan bibit
bangsa dari kemerosotan moral melalui kajian pendidikan ddengan melakukan
hubungan yang sinergi diantara para pendidik di wilayah domisilinya. System ini
dirasa tepat jika diterapkan oleh para pendidik atau guru yang mengampu mata
pelajaran pendidikan Kewarganegaraan (PKn), hal ini tidak aneh mengingat
seorang guru PKn dalam masa pendidikannya telah dibekali dengan ilmu-ilmu moral
serta etika sehingga ketika guru PKn itu telah terjun dalam tatap muka
pengajaran, guru PKn tersebut sangat berpotensi menanamkan ajaran-ajaran moral
yang dibutuhkan ditengah situasi bangsa yang begitu krusial. Seorang guru PKn
dapat menggunakan system ini dan melakukan koordinasi antar guru PKn
diwilayahnya, sehingga dari hasil koordinasi ini dapat ditemukan beberapa
permasalahan penanaman moral yang dapat didiskusikan dan dipecahkan bersama
diantara guru PKn.
Hal tersebut diatas, sangat sesuai
dengan bunyi pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003,
dikatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Hal ini dijelaskan lebih
lanjut dalam standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar yang
bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut. Selanjutnya standar kompetensi
lulusan pada jenjang pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (PP. 19 tahun 2005). Dengan
kata lain, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi kecerdasan
intelektual, spiritual, sosial, dan moral peserta didik, sebagai potensi karakter bangsa.Hal ini mengandung pesan
bahwa pendidikan kewarganegaraan ikut mengambil peran strategis dalam membentuk karakter bangsa yang bermoral.
Dengan adanya penjelasan diatas telah Nampak jelas bahwa system Koordinasi
memang benar-benar dibutuhkan untuk membentuk akhlak dan moral itu sendiri.
Esensi Pendidikan Kewarganegaraan
adalah pembangunan watak dan karakter bangsa. Seperti dikemukakan oleh Malik
Fajar, bahwa Pendidikan kewarganegaraan merupakan wahana pengembangan
kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab. Istilah yang sering digunakan selain pendidikan
kewarganegara- an adalah civics. Istilah civics hampir sama maknanya dengan
kata citizenship. Pengertian kata Civics dalam hal ini merujuk pada ilmu
kewarganegaraan yang membicarakan hubungan antara:
a) Individu
dan perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, organisasi ekonomi, dan organisasi politik).
b) Individu dan negara.
Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan satu di antara
tradisi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yakni citizenship tranmission. Saat
ini citizenship tranmission telah berkembang menjadi tiga aspek pendidikan Kewarganegaraan
(citizenship education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler, dan aspek
sosial budaya (Winataputra, 2004). Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang kajian yang menghubungkan
berbagai dimensi ilmu seperti psikologi,
sosial budaya, ilmu politik dan ilmu pendidikan yang relevan. Hal ini
berimplikasi terhadap proses pendidikan bagi warga negara Indonesia dalam
konteks pengembangan etika, akhlak dan moral sehingga menghambat pengembangan
bibit-bibit manusia yang tidak bermoral seperti para koruptor atau
Nazzarudin-Nazzarudin lain di bumi pertiwi melalui sistem pendidikan nasional.
B.
KRITERIA
CALON GURU PKN YANG DAPAT MEMBENTUK GENERASI YANG BERMORAL DAN JAUH DARI SIFAT
KORUP
Guru adalah
orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing
peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan
merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar
peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan
sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan. (Prof.Dr. H. Hamzah B. Uno, M,pd.
2007: 15). Sedangkan orang jawa mengatakan guru itu seseorang yang digugu lan
ditiru. Jadi seorang guru memunyai tujuan yaitu menuntun anak didiknya untuk
menggapai cita-cita yang ingin dicapainya dan juga Tujuan umum dari seorang
guru kepada anak didiknya yaitu mengarahkan anak didiknya agar mampu
melaksanakan tugas tuhan dengan sebaik-baiknya, mampu melaksanakan tugas
kemanusiaan, mampu melaksanakan tugas masyarakat dengan sebaik-baiknya, mampu
melaksanakan tugas negara dengan sebaik-baiknya, dan mampu melaksanakan tugas
pribadi dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui kegiatan
belajar-mengajar khususnya di lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi dengan
adanya seorang pendidik atau guru, karena guru merupakan jantungnya
pembelajaran dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan (M.Furqon Hidayatullah : Xi).
Untuk
membentuk mental dan kemampuan diri seorang pendidik, mereka bukan harus
mentransfer ilmu pengetahuan serta membentuk karakter dan moral, tetapi seorang
guru juga harus mampu melampaui atau minimal memiliki beberapa diantara kriteria
guru terutama guru PKn sebagai berikut :
1.
Seorang
guru harus memiliki sifat Nasionalisme dan mampu membangun moral siswa dengan penanaman
Nasionalisme
Penjelasan :
Manusia
tidak bisa lepas dari kata “moral”. Karena hanya manusia yang mempunyai
kesadaran untuk berbuat baik atau buruk. Seperti yang diungkapkan oleh Riyanto
(2007), bahwa kata “moral” mengacu pada baik dan buruknya manusia terkait
dengan tindakannya, sikapnya dan cara mengungkapkannya. Sedangkan pengertian
moral menurut Mahendra, adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Masalah moral harus
diperhatikan setiap manusia, karena baik buruknya moral setiap pribadi
menentukan kualitas suatu bangsa. Nilai moral bangsa Indonesia dilandasi
nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Karena dengan nilai-nilai Pancasila
kita dapat bertindak dan bersikap sebagai makhluk Tuhan serta sebagai bagian
dari komunitas sebuah Negara. Dalam hubungannya dengan bangsa dan negara setiap
pribadi juga dituntut untuk mempunyai rasa kebangsaan atau nasionalisme.
Membangun moral dengan nasionalisme harus
ditanamkan sejak dini, terutama pada siswa usia Sekolah Dasar (SD). Sebab di SD
merupakan basic pendidikan, sedangkan moral merupakan landasan utama dalam
melakukan seluruh aktivitas dalam kehidupan. Pergaulan siswa SD belum begitu
komplek dibanding siswa SMP atau SMA. Oleh karena itu jika penanaman moral
dimulai sejak SD akan lebih mengakar dan tertanam dalam diri siswa. Memang tidaklah adil jika kemerosotan moral
kita timpakan sepenuhnya pada pribadi siswa. Mereka merupakan korban kelalaian
orang dewasa yang selalu berkonsentrasi pada urusan duniawi yang tiada
habis-habisnya. Padahal orang dewasa atau generasi tua sering dijadikan teladan
oleh anak-anak. Jika tokoh teladannya sibuk dengan dirinya sendiri, akibatnya
mereka kehilangan tokoh panutan dan berbuat semau gue. Menurut Riyanto dan
Handoko (2005:77), setiap anak membutuhkan perhatian, sapaan, perhargaan secara
positif dan cinta tanpa syarat untuk mengembangkan dirinya yang berharga. Tetapi
sekarang bukan saatnya lagi saling menyalahkan. Yang terpenting lagi, bagaimana
cara membenahi dan mengurangi kemerosotan moral. Satu hal yang tidak boleh
dilupakan bahwa mereka adalah aset bangsa yang tak ternilai. Mereka adalah
calon pemikir bangsa yang harus dipersiapkan untuk membawa bangsa dan negara
ini menuju era keemasan.
2.
Seorang
guru harus berkarakter kuat contohnya tangguh, ulet, mempunyai daya juang yang
tinggi, atau pantang menyerah
Penjelasan :
Semangat juang seorang
guru dapat diukur dengan eksistensi guru tersebut dalam mendidik dan
berkontribusi dalam dunia didik-mendidik. Semangat juang ini berdampak pada
kemampuan peserta didik secara kontinyu menyerap pembelajaran dari seorang guru
yang begitu antusias dalam mendidik. Selain itu sifat yang tangguh dari seorang
guru juga merupakan suatu kriteria yang sangat dibutuhkan, karena dengan sifat
yang tangguh dari seseorang maka segala bentuk halangan baik halangan dari
lingkungan mengajar maupun sikap peserta didik yang kadang kala menjengkelkan.
Apabila seorang pendidik mampu menerapkan sikap tangguh dan ulet niscaya
seorang guru mampu menggapai harapannya untuk membentuk generasi bangsa yang
cerdas dan bermoral pancasila.
3.
Seorang
guru harus bisa menginspirasi peserta didiknya
Guru yang luar biasa
adalah guru yang mampu memberikan dan menumbuhkan inspirasi agar peserta didik
dapat mengembangkan potensinya secara optimal ( M. Furqon Hidayatullah. 2009:
235). Hal ini berkaitan dengan seorang guru yang lihai dalam membalik-balikan
lidah, pandai dalam mengolah kata sehingga setiap kata yang keluar dari mulut
seorang guru menjadi inspirasi pada diri anak didik. Inspirasi itu bisa muncul
pada diri anak didik ketika kita menceritakan suatu pengalaman atau berita yang
di dalamnya ada nilai keteladanan yang bisa mengetuk hati dan pikiran anak
didik. Sehingga secara tidak langsung seorang peserta didik dapat terangsang
hatinya menjadi hati yang memegang teguh moralitasnya.
4.
Seorang
guru harus memiliki integritas tinggi dalam mendidik
Seorang pendidik yang
luar biasa harus memiliki intergritas, yaitu adanya kesamaan antara ucapan dan
tindakan atau satunya kata atau tindakan. inti dari integritas adalah terletak
pada kualitas istiqomahnya. Sebagai pengejawantahan istiqomah adalah berupa
komitmen dan konsistensi terhadap profesi yang diembannya. ( M. Furqon
Hidayatullah. 2009: 106 ) jadi jika teori-teori yang kita berikan kepada anak
didik dan cerita-cerita tauladan untuk memotivasi anak didik tidak sesuai
dengan apa biasa kita lakukan sehari-harinya itu belum dikatakan sebagai guru
yang luar biasa. Contohnya kita mengatakan kepada anak didik bahwa merokok itu
tidak baik dan mengganggu kesehatan, tetapi pada kenyataannya justru seorang pendidik
tersebut adalah perokok dan belum bisa menghentikan kebiasaan buruk tersebut.
Seperti itu contoh seorang pendidik yang belum bisa dikatakan guru yang luar
biasa, hanya menasihati saja akan tetapi dirinya sendiri belum bisa
menjalakannya. Dengan integritas yang tinggi dari seorang guru bukan tidak
mungkin jika akan terbentuk suatu pribadi yang memiliki moral yang baik karena integritas
yang disuguhkan para pendidiknya.
5.
Seorang
guru/calon guru PKn harus memiliki landasan batin berdasarkan ketuhanan (memiliki
ketaqwaan)
Penjelasan :
Sebagai komponen yang
penting/jantungnya pendidikan maka guru dituntut memiliki karakteristik yaitu
guru yang memegang teguh sandi-sandi ketuhanan, karena dengan menyadari
keberadaan Allah SWT secara tidak langsung seorang guru akan merasa berada di
dalam pengawan yang kuasa sehingga akan memiliki tanggungjawab yang senantiasa
dijalankan dengan sepenuh hati dan penuh dengan keikhlasan.
Beberapa
karakteristik yang harus dimiliki oleh guru PKn seperti yang telah dipaparkan
diatas, harus benar-benar dilakukan dengan sifat yang ikhlas, karena pada
dasarnya segala sesuatu yang dilakukan dengan rasa yang ikhlas niscaya hasilnya
juga baik pula. Berkaitan dengan karakteristik yang diungkapkan diatas, seorang
guru juga harus menyalurkan materi-materi pendukung agar proses pembelajaran
dapat membentuk moralitas yang baik, materi-materi yang dimaksud diatas
merupakan nilai-nilai karakter bangsa yang senantiaasa harus ditanamkan. Adapun
nilai-nilai karakter bangsa yang perlu ditransformasi- kan kepada siswa didik
sedini mungkin disarikan dari beberapa sumber bacaan, antara lain:
1. Keimanan
dan Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Jujur
yaitu memiliki sikap dan sifat yang luhur sebagai warga negara dan merupakan
suatu keniscayaan. Kejujuran merupakan kunci bagi terciptanya keselarasan dan
keharmonisan hubungan antar warga negara dengan negara, memiliki misi dalam
mengentaskan kemiskinan dan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama ;
3. Adil
adalah menempatkan sesuatu secara proporsional. Tujuan yang baik tidak akan diwujudkan
dengan cara-cara yang tidak adil. Penggunaan cara-cara yang tidak adil adalah
bentuk pelanggaran hak asasi dari orang yang diperlakukan tidak adil.
4. Rasa
hormat dan tanggung jawab terhadap sesama warga negara terutama dalam konteks
adanya pluralitas masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, suku,
ras, keyakinan/agama, dan ideologi politik (komitmen bersatu),turut bertanggung
jawab menjaga keharmonisan hubungan antar etnis serta keteraturan dan
ketertiban negara yang berdiri di atas dasar pluralitas tersebut (Bhineka
Tunggal Ika);
5. Sikap
kritis terhadap kenyataan empiris (realitas sosial, budaya, dan politik) maupun
terhadap kenyataan supra empiris atau metafisik (agama, mitologi, kepercayaan).
Sikap kritis juga harus ditunjukkan pada diri sendiri.
6. Sikap
kritis pada diri sendiri itu tentu disertai sikap pemahaman terhadap pendapat
yang berbeda;
7. Sikap
terbuka didasarkan atas kesadaran akan pluralis- me dan keterbatasan diri yang
akan melahirkan kemam- puan dalam
menahan diri, tidak secepatnya menjatuh- kan penilaian atau pilihan;
8. Rasional
yaitu memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan secara bebas dan logis.Ini
merupakan hal yang harus dilakukan. Keputusan-keputusan yang di-ambil secara
rasional akan melahirkan sikap yang tegas dan pemikiran yang logis.
9. Cerdas
dan arif yakni memiliki Inteligensi jamak. Inteligensi merupakan kemampuan
untuk memecahkan persoalan dan dapat menghasilkan produk dalam suatu seting
yang bermacam-macam dalam situasi yang nyata. Intelegensi seseorang bukan hanya
diukur dengan tes tertulis, melainkan lebih tepat diukur melalui cara bagaimana
orang itu memecahkan persoalan dalam kehidupan yang nyata secara cerdas dan
bijak (arif).
Nilai-nilai karakter bangsa yang
dipaparkan di atas didukung oleh Michele Borba (2008) dengan menggunakan
istilah kecerdasan moral dan karakter. Tujuh kebajikan utama dalam membangun
kecerdasan moral dan karakter bangsa yang kuat: (1) empati: memahami dan
merasakan kesedihan/ penderitaan orang lain; (2) nurani: merasakan dan
menerapkan cara berprilaku yang manusiawi; (3) kontrol diri: mengendalikan
pikiran dan tindakan agar dapat menahan dorongan dari dalam atau mencegah
dorongan dari luar sehingga dapat bertindak benar; (4) rasa hormat: menghargai
orang lain dengan berlaku baik dan sopan; (5) kebaikan hati: menunjukkan
kepedulian terhadap kehidupan dan perasaan orang lain; (6) toleransi:
menghormati martabat dan menghargai hak semua orang meskipun keyakinan berbeda
antara satu dan yang lain; dan (7) keadilan: berpikir terbuka, tidak berat sebelah,
bertindak adil/ berpihak pada yang benar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan yang diungkapkan dalam pembahasan diatas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
·
Sistem
Koordinasi merupakan suatu system yang
bertujuan untuk mengusahakan tercapainya suatu keseragaman tindakan
penyelamatan bibit bangsa dari kemerosotan moral melalui kajian pendidikan
dengan melakukan hubungan yang sinergi diantara para pendidik di wilayah
domisilinya. System ini dirasa tepat jika diterapkan oleh para pendidik atau
guru yang mengampu mata pelajaran pendidikan Kewarganegaraan (PKn), karena
seorang guru PKn dalam masa pendidikannya telah dibekali dengan ilmu-ilmu moral
serta etika sehingga ketika guru PKn itu telah terjun dalam tatap muka
pengajaran, guru PKn tersebut sangat berpotensi menanamkan ajaran-ajaran moral
yang dibutuhkan ditengah kesemrawutan bangsa.
·
kriteria guru
PKn sebagai berikut yang dinilai mampu membentuk moran bangsa yaitu : Seorang
guru harus memiliki sifat Nasionalisme dan mampu membangun moral siswa dengan penanaman
Nasionalisme, Seorang guru harus berkarakter kuat contohnya tangguh, ulet,
mempunyai daya juang yang tinggi, atau pantang menyerah, Seorang guru harus bisa
menginspirasi peserta didiknya, Seorang guru harus memiliki integritas tinggi
dalam mendidik, Seorang guru/calon guru PKn harus memiliki landasan batin
berdasarkan ketuhanan (memiliki ketaqwaan).
B.
Saran
Saran yang dapat
penulis berikan berkaitan dengan permasalahan moral diatas adalah pemerintah
seharusnya tetap mendukung terselenggaranya system koordinasi diantara para
guru PKn serta menyediakan dukungan pemikiran dan moril agar para pendidik
bangsa ini tetap bisa menginspirasi peserta didiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. “karakter guru PKn teladan di Indonesia”.
(online), (http://google.com/2010/07/16/Guru-berkarakter.html), diakses 2 Juni 2012.
Hidayatullah, M. Furqon. 2009. Guru Sejati:
Membangun Insan Berkarakter Kuat dan
Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka.
Mudyaharjo, Redjo. 2002. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: Raja grafindo Persada.
Muslich, masnur. 2007. Sertifikasi Guru Menuju
Profesionalisme Pendidik. Malang:
Bumi Aksara.
Sagala, Ayaiful. 2009. Kemampuan Profosionalitas
Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung: Alfabeta.
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Wibowo, Agus. 2007. Malpraktik pendidikan. Yogyakarta:
Genta Press.
Azhar, Syafruddin.2002. Penyadaran Pentingnya
Nasuonalisme. http://www.
polarhome.com. Diakses 2 Juni 2012.
Alia, Syaifuddin dan Nuha, Ulin. Pendidikan Saat
krisis Nasionalisme. Dalam Suara merdeka
2 Juni 2012.
Anonim. 2010. “karakter guru PKn teladan di Indonesia”.
(online), (http://google.com/2010/07/16/Guru-berkarakter.html), diakses 2 Juni 2012.