Senin, 25 Maret 2013

Posted by Unknown On 04.37

ANALISIS HUKUM INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN VONIS MATI PRESIDEN IRAK
(SADDAM HUSEIN)



Disusun untuk melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Internasional
Yang diampu oleh : Drs. Machmud AR, S.H, M.Si
Oleh :
Dedy Ari Nugroho
(K6410014)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
Ø  Pernyataan    :
Presiden Irak Saddam Husein yang ditangkap tentara Amerika Serikat (sekutu) dan kemudian diadili di Baghdad karena dianggap melanggar Hukum Internasional dan kemudian di vonis hukuman MATI. Menggambarkan praktik Hukum Internasional.


1.      Soal           :
Bagaimana kedudukan Hukum Nasional Irak terhadap Hukum Internasional ?
Jawab       :
Kedudukan hukum nasional irak terhadap hukum internasional terkait dengan vonis mati yang dijatuhkan kepada pemimpin Negara pada saat itu Saddam Hussein :
Tidak lagi dapat disangkal bahwa keberadaan hukum internasional dalam lingkup lingkungan internasional, merupakan hukum yang kokoh dan  lebih tinggi jika dibandingkan dengan adanya hukum nasional, pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang didasarkan pada teori-teori dalam hukum internasional. Dalam paham Monisme primat hukum internasional misalnya, didalam teori ini dikemukakan bahwa hukum nasional bersumber pada hukum internasional yang merupakan perangkat ketentuan hukum yang hierarkinya lebih tinggi, sehingga dalam kata lain keberadaan hukum internasional dapat menjadi dasar dan acuan kebijakan yang akan diterapkan dalam pembentukan hukum nasional, sehingga dalam hal ini terdapat keterkaitan antara hukum nasional dan hukum internasional. Keberadaan hukum nasional sudah barang tentu juga harus di dasarkan pada kultur dan kepribadian suatu bangsa, sehingga keberadaan hukum nasional dapat sinkron dengan keberadaan hukum internasional tetapi tetap mempertahankan kultur yang ada. Dengan diketahuinya kedudukan hukum nasional terhadap hukum internasional yang didasarkan pada paham monisme primat hukum internasional yang telah dikemukakan diatas, maka vonis mati yang dijatuhkan kepada presiden irak pada saat itu (Saddam Husen), merupakan suatu tindakan yang dibenarkan berdasarkan dasar-dasar yang ada. Pada dasarnya Saddam Husein merupakan subyek hukum internasional dengan sederet catatan suram terutama kejahatan yang dilakukannya dalam bidang kemanusiaannya pada massa kekuasaannya. Saddam Husein menjalankan mesin kekuasaannya dengan tangan besi. Semua pihak yang berseberangan dengannya dimusnahkan. Semua orang yang bersilangan dengan kehendaknya juga harus dikirim ke akhirat tanpa persiapan, dengan cara yang sangat keji. Sang menantu dan ipar serta sepupu pun bukan tidak lepas dari aksi kekejiannya. Tidak hanya itu sederet catatan suramnya mngenai perebutan batas territorial Negara juga banyak dilakukan salah satunya adalah Saddam Husein telah menginvasi Kuwait dengan alasan yaitu territorial. Saddam menganggap bahwa Kuwait secara historis adalah bagian dari Irak. Dengan beberapa kasus yang dilakukannya mengakibadkan PBB dan Negara-negara berdaulat (terutama Negara adikuasa seperti Amerika Serikat) melakukan tindakan yang berdampak pada penangkapan saddam Husein pada Desember 2003, dan Saddam dijatuhi hukuman mati atas dakwaan pembunuhan 148 warga Syiah pada tahun 1982.           
     Dengan kenyataan seperti itu, perbuatan Saddam masuk dalam kategori kejahatan atas kemanusiaan (crime against humanity). Dalam pandangan hukum internasional, kejahatan atas kemanusiaan sama statusnya dengan penjahat perang dan genosida. Tiga kategori perbuatan yang dinilai telah melampaui batas-batas wilayah teritori kedaulatan negara. Artinya, ketika seseorang melakukan jenis-jenis kejahatan tersebut, maka ia tidak lagi terlindungi oleh kedaulatan mana pun, sebab kejahatannya telah berubah menjadi kejahatan internasional.     Sehingga hal tersebut memberikan kesempatan kepada pihak internasional untuk dapat menegakkan hukum internasional yang berlaku terutama menghukum pihak-pihak yang melakukan kejahatan kemanusiaan seperti yang di lakukan Saddam Husein yang dinilai banyak merugikan masyarakat Internasional.    
     Dengan tinjauan kasus diatas maka terlihat jelas bahwa kedudukan hukum internasional lebih tinggi jika dibandingkan dengan hukum nasional, dengan sederet kejahatan teritorial maupun kejahatan kemanusiaan yang dilakukan, telah menjadikan kejahatannya itu sebagai kejahatan internasional sekaligus sebagai subyek hukum internasional yang harus mempertanggungjawabkan sederet kejahatan yang dilakukan. Berdasarkan analisis kedudukan hukum internasional dapat pula dijadikan acuan bagi masyarakat umum bahwa tegaknya hukum internasional juga harus senantiasa didukung dengan tegaknya hukum nasional yang berlaku.

2.      Soal           :
Mengapa yang harus bertanggung jawab pribadi Saddam Husein ? Kenapa bukan Negara yang disebut sebagai subyek hukum ?
Jawab       :
Sederet tindakan criminal yang dilakukan oleh Saddam Husein merupkan tindakan yang dihasilkan dari tangan besi kediktatoran individu, artinya memang kebijakan-kebijakan yang dibuat serta perintah-perintah yang didelegasikan Saddam Husein kepada para tentara atau pejabat-pejabatnya merupakan perintah sekaligus mandat dari seorang saddam husein, selain itu tindakan-tindakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh saddam husein seperti membunuh belasan pejabat yg dianggap menentangnya. Untuk menjaga keamanan dalam negeri ia membentuk polisi rahasia ala Stalin dan mengendalikan Tentara rakyat untuk menghadapi kudeta dari angkatan bersenjata.Masih ada juga Departemen Intelijen Jendral (Mukhabarat) satuan yg paling ditakuti. Tak pandang bulu, dua menantunya dihabisi oleh satuan ini karena dianggap membelot. Kesewenangan Saddam Husein dalam menghilangkan nyawa orang lain merupakan kejahatan kemanusiaan yang tidak pantas di lakukan oleh seorang kepala Negara/presiden yang berdaulat. Maka tindakan-tindakan kejahatan yang dilakukan oleh Saddam Husein tersebut merupakan tindakan yang dapat menghasilkan ganjaran  berdasarkan hukum internasional (crimes under international law) maka secara otomatis Saddam Husein tidak dapat menghindarkan diri dari pertanggungjawabannya berdasarkan hukum internasional meskipun dengan berlindung dibalik jabatannya maupun negaranya, dia tetap dapat dimintakan pertanggungjawaban menurut hukum internasional dihadapan badan peradilan pidana internasional, dengan alasan ia sebagai individu yang melakukan kejahatan tersebut meskipun dengan mengatasnamakan jabatan atau negaranya. Dalam hal ini kejahatan-kejahatan kemanusiaan atau perebutan batas wilayah (teritorial) yang dilancarkan oleh Saddam Husein nyatanya telah mengundang polemic internasional yang pada akhirnya mengubah status seorang Saddam Husein menjadi subyek internasional untuk kemudian dijadikan target pencarian dan penangkapan sehingga berbuah vonis mati baginya.
Berdasarkan analisis kasus tersebut masyarakat irak tidak dimintakan tanggung jawab, karena kejahatan yang dilakukan didasarkan pada kehendak atau otoritas seorang Saddam Husein secara individu sehingga walaupun ia berdalih demi kepentingan Negara sekalipun pertanggungjawaban diri secara individu harus tetap dilakukan oleh Saddam Husein. Salah satu doktrin klasik hukum internasional yang bisa dipakai untuk kasus Saddam Hussein ini adalah peremptory norm (norma dasar). Doktrin ini menegaskan bahwa siapa pun yang melanggar norma dasar ini, ia bisa saja ditangkap, diadili, dan ditahan oleh siapa pun dan kapan pun. Norma dasar yang dimaksud adalah norma-norma yang melindungi harkat dan martabat kemanusiaan. Karena itu, perbuatan kejahatan kemanusiaan seperti yang dituduhkan kepada Saddam Hussein tersebut bisa dikategorikan pelanggaran norma dasar. Pembunuhan massal yang dilakukan oleh kekuasaan Saddam Hussein itu dijalankan dengan cara sistematis dan terdesain. Sistematis, karena semua pihak yang bersilangan adalah lawan, dan semua lawan adalah kematian. Kategorisasi seperti jelas tersistem dan didesain karena Irak di bawah kekuasaannya adalah Irak tanpa pilihan, kecuali takluk di bawah bayang-bayang Saddam Hussein. Desain Saddam adalah polarisasi: "aku" dan "kalian". Desain inilah yang mengirim rakyat Irak ke akhirat secara massal dan mengerikan. Ini jelas pelanggaran atas harkat kemanusiaan, yang juga berarti pelanggaran atas norma dasar tadi. Posisi legal inilah yang memberi pembenaran bagi Amerika, dan siapapun, untuk menangkap Saddam Hussein, dan menagih pertanggungjawabannya sendiri.

3.      Soal           :
Apakah materi Hukum Internasional di sekolah sudah bisa mencapai kompetensi yang dituntut ?
Jawab       :
Dalam suatu pembelajaran sudah barang tentu terdapat kurikulum sebagai acuan arah materi pembelajaran yang akan dibuat, dengan adanya kurikulum pendidikan maka materi-materi yang ada dapat dikembangkan kedalam suatu silabus dan dispesifikkan kedalam RPP. Dalam silabus ataupun RPP akan disinggung mengenai adanya standar kompetensi, kompetensi dasar, ataupun standar kompetensi lulusan, berkaitan dengan hal tersebut analisis saya mengenai materi hukum internasional  yang selama ini diajarkan dirasa belum begitu sesuai dengan kompetensi yang dituntut. Argument yang dapat mendukung pendapat saya adalah, bahwa dalam Standar kompetensi dalam materi hukum internasionaal terdapat kompetensi untuk dapat menganalisis hubungan internasional dan organisasi internasional, sedangkan dalam kompetensi dasar terdapat kompetensi-kompetensi untuk dapat mendeskripsikan pengertian, pentingnya, dan sarana-sarana hubungan internasional, menjelaskan tahap-tahap perjanjian internasional, menganalisis fungsi perwakilan diplomatik, mengkaji peran organisasi internasional (ASEAN, PBB, AA) dalam meningkatkan hubungan internasional, menghargai kerjsama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia. Berdasarkan penjelasan SK dan KD tersebut menurut saya tidak terjadi kesesuaian diantara keduanya, karena dalam SK bertujuan agar peserta didik dapat menganalisis hubungan internasional dan organisasi internassional, dimana seharusnya dalam KD berisi ulasan-ulasan mendalam mengenai tinjauan-tinjauan ilmu yang sifatnya kontekstual dengan keadaan yang saat ini terjadi, namun yang tertera dalam KD diatas hanya materi-materi yang tidak mengindikasikan adanya tuntutan yang mengharuskan peserta didik menganalisis suatu materi dan cenderung hanya untuk mengetahui materi yang ada, sehingga menurut saya KD yang ada kurang detail dan fokus kearah standar kompetensi yang ada. Untuk dapat menganalisis sesuatu sudah barang tentu peserta didik perlu mendapatkan materi-materi yang detail dan analitis sehingga jelas nantinya peserta didik tertuju kearah kemampuan analisis dari siswa. Keberadaan materi-materi yang kontekstual akan mengasah kemampuan peserta didik menjadi terbiasa mencari celah dalam setiap anggapan atau pendapat-pendapat dalam hukum internasional sehingga bukan lagi mendiskripsikan, menjelaskan dan lain sebagainya. Dengan adanya argument mengenai kesesuaian antara materi hukum internasional dengan kompetensi yang dituju, menurut saya belum ada kesesuaian diantara keduanya (dengan mengacu pada ergumen-argumen diatas). Selain penjabaran diatas terdapat satu lagi argument yang dapat menjadi dasar mengapa saya mengatakan bahwa antara skl, SK, dan KD yang tercantum belum sesuai dengan penerapannya terutama dalam pembelajaran. Argument yang dimaksud adalah, bahwa dalam SKL yang pertama terdapat standar isi yang berbunyi memahami hakekat bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia (SMA/K) dan dalam Standar Kompetensi terdapat kompetensi yang dituntut yaitu memahami hakekat bangsa dan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI), diantara keduanya terlihat rancu karena keduanya mempunyai bunyi kompetensi yang cenderung sama, padahal dalam SKL seharusnya terdapat pernyataan acuan materi pembelajaran yang sifatnya lebih umum sedangkan dalam SK terdapat kompetensi yang sifatnya lebih spesifik dari pada SKL sehingga dengan kata lain bunyi kompetensi yang diterapkan dalam SK lebih mendetail dan spesifik. Hal tersebut tentu saja bertolak belakang dengan bunyi kompetensi dalam SKL dan SK, karena dalam SKL dan SK menyatakan bunyi yang sama. Sehingga menurut analisis saya dari segi bunyi kompetensi dalam SKL dan SK yang pertama menggambarkan ketidaklaziman, karena keduanya memiliki bunyi yang sama sehingga kurang spesifik (karena semakin spesifik materi yang disuguhkan semakin membuat peserta didik menjadi terarah akan materi yang perlu ia pelajari).  
SUMBER DATA

Anonim. 2009. “latar belakang penangkapan Saddam Husein”. (online),      (http://google.com/penangkapan saddam Husein.html),  diakses 15 Maret         2012)

Anonim. 2008. “hakikat teori monisme primat hukum internasional”. (online),         (http:/google.com/teori monisme dalam perkembangan hukum internasional    .html),  diakses 15 Maret 2012)

Anonim., 2008. “pertanggungjawaban seorang kepala negara”. (online),      (http://yordangunawan.staff.umy.ac.id/?p=12.html), diakses 15 Maret             2012)

Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9, Putra Abardin


0 komentar:

Posting Komentar